GKJ Mar 2013
Teater Koma kembali menggelar lakon Sampek Entay yang akan memasuki usianya yang ke-25 pada bulan Agustus 2013. Sampek Engtay sendiri adalah kisah tragedi cinta legenda Cina, yang dalam pementasan ini disesuaikan dengan mengambil lokasi di kawasan Banten dan Betawi.
Pementasan diawali oleh dalang, Emanuel Handoyo menyampaikan narasi yang dibawakan
penuh canda sehingga mengundang gelak tawa. Dan kemudian muncul tokoh pria, Dudung Hadi yang memprotes narasi dalang yang mengatakan bahwa cerita Sampek Engtay yang diceritakan berasal dari Serang. Bpk Dudung Hadi ini juga sempat curcol bahwa pekerjaan sehari-harinya sebagai pembasmi hama.
Inti cerita mengenai kegagalan cinta sepasang kekasih ini diawali dengan seorang gadis bernama Engtay, putri keluarga Ciok yang bermukim di Serang yang sangat ingin bersekolah, dengan segala cara Engtay berusaha meyakinkan orangtuanya agar
diizinkan menuntut ilmu ke Betawi. Ayahnya pernah berkata bahwa jika Engtay berhasil menipunya maka ia akan diizinkan pergi.
Dengan bantuan dayangnya Suhiang, Engtay menyamar menjadi pria penagih hutang dan sukses menipu ayahnya, sehingga dengan berat hati keluarganya mengizinkannya bersekolah di Betawi, meski untuk itu ia terpaksa menyamar
menjadi lelaki. Dalam perjalanan, Engtay berkenalan dengan Sampek, pemuda asal Pandeglang yang
juga punya niat sama bersekolah di Sekolah Putra Bangsa Betawi. Keduanya saling mengangkat saudara atas inisiatif Engtay.
Selama setahun menuntut ilmu bersama, Engtay mulai menaruh hati pada Sampek yang dianggapnya pria polos baik hati.
Engtay membuka penyamarannya dan mengakui bahwa ia mencintai Sampek dan ternyata Sampek pun mencintai Engtay.
"bulan dan mentari
pasangan alam abadi
kembang dan kumbangnya
saling membutuhkan cinta
sepasang angsa di kolam
kita berdua di sini
dekat, berpandangan"
Nasib berkata lain, saat siap mencinta Engtay dipanggil pulang karena telah dijodohkan oleh
orang tuanya dan harus kembali ke Serang segera. Engtay berpesan kepada Sampek agar dalam dua tambah delapan hari, tiga tambah tujuh hari, empat tambah enam hari Sampek harus menyusulnya ke Serang untuk melamarnya.
Sampek salah mengartikan pesan Engtay tersebut dengan menjumlahkan semuanya menjadi tiga puluh hari, sedangkan maksud Engtay adalah sepuluh hari. Tentu saja sudah terlambat bagi Sampek, pernikahan Engtay sudah diatur. Sampek pun kecewa dan jatuh sakit hingga akhirnya
meninggal.
Saat hari pernikahannya, iringan tandu pengantin Engtay melewati makam Sampek, Engtay berdoa di depan makam dan meminta agar pintu makamnya terbuka jika mereka memang berjodoh. Permintaan ini ternyata menjadi
kenyataan dan Engtay pun masuk ke dalam makam untuk bersatu dengan
jasad Sampek. Mereka pun ceritanya akhirnya menjelma menjadi sepasang
kupu-kupu dalam kehidupan yang lain.
Teater Koma membawakan cerita secara komedi dengan gaya Betawi dan bahkan sedikit menyelipkan gaya Sunda dan Batak. Nyonya Nio, ibu Sampek tampil dengan dialek Batak yang kental sedangkan ayahnya, Nio berdialek Sunda. Musik yang
dilantunkan pun tidak semua bernuansa Cina, ada hentakan
gendangnya seperti lagu Sunda atau Betawi, yang berbaur menghadirkan harmoni unik menyesuaikan tingkah laku
pelakon di panggung .
Ade Firman Hakim (pemeran Sampek) berhasil menampilkan
karakter pemuda polos, kaku, yang hanya hobi belajar dengan membawa buku tebal ke mana-mana. Saat mengetahui bahwa Engtay sebetulnya adalah seorang gadis, Sampek sangat terkejut tetapi rasa ingin tahunya
memaksanya untuk ingin melihat tubuh polos Engtay.
Tangisan membahana sewaktu pintu makam terbuka dan Engtay masuk kedalamnya, kemudian sepasang penari dengan kostum kupu-kupu keluar, bersamaan dari atas panggung muncul puluhan hiasan kupu-kupu. Begitu pula
kupu-kupu kertas disebarkan di area tempat duduk penonton.
Puas menonton pementasan Teater Koma ini, selain terhibur dengan cerita yang awalnya dikira bakalan serius-serius, ternyata lucu banget, tidak menyesal beli tiket yang lumayan mahal itu. Hanya satu concern yaitu pada artikulasi kata saat Tuti Hartati (pemeran Engtay) bernyanyi yang agak kurang jelas terutama saat awal lagu.
***
some pics are taken from Sampek Engtay's booklet-Teater Koma