Kunjungan terakhir sebelum kembali ke Jakarta kami mengunjungi Lawang Sewu. Dengan berjalan kaki dari Ibis Hotel dengan menggendong ransel, perjalanan sekitar 40 menit dengan beberapa kali hampir menyerah untuk memanggil becak yang memang banyak melintas.
Semarang sangat identik dengan Lawang Sewu, gedung bekas kantor kereta api peninggalan kolonialisme Belanda. Lawang Sewu berarti "Pintu Seribu" walau nyatanya tidak sampai seribu pintu yang ada di sana. Warga
Semarang menyebutnya demikian karena gedung ini mempunyai pintu dan
jendela berukuran besar menyerupai pintu yang berjumlah sangat banyak.
Dirancang oleh arsitek Belanda C.Citroen dari Firma J.F.
Klinkhamer dan B.J. Quendag pada tahun 1903 dan selesai pada tahun 1907.
Gedung ini awalnya digunakan untuk kantor Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS, perusahaan kereta api Belanda.
Arsitektur Lawang Sewu bergaya art deco yang bercirikan ekslusif yang berkembang pada era 1850-1940 di benua Eropa. Bagian depan bangunan dihiasi oleh menara kembar model gothic dan terbagi menjadi dua area, memanjang ke belakang yang mengesankan kokoh, besar dan indah. Menurut pemandunya di bangunan ini juga pernah dijadikan lokasi syuting film drama fiksi historis "Merah Putih."
Saat kami datang, sisi bangunan depan sedang direnovasi sehingga tidak bisa dimasuki. Renovasi ini untuk memperbaiki bagian-bagian bangunan yang sudah mulai rusak akibat dimakan usia dan juga pemugaran diharapkan dapat menghilangkan kesan mistis yang terlanjur melekat selama bertahun-tahun.
Bangunan ini menghadap ke komplek Tugu Muda. Dulunya Di depan Lawang Sewu dulu melintas rel trem kota Semarang. Untuk berkeliling bangunan ini kita harus menggunakan pemandu, tidak boleh "berkeliaran" sendiri.
Setelah Jepang
mengambil alih pemerintahan Belanda di Indonesia pada tahun 1942, ruang
bawah tanah gedung ini yang sebelumnya merupakan saluran pembuangan air
dijadikan penjara bawah tanah sekaligus saluran pembuangan
air.
Untuk mengunjungi bagian bawah kita harus menyewa pemandu lain yang berbeda, dimana ya harus bayar lagi. Dan lokasi bawah tanah ini yang dulunya digunakan sebagai lokasi uji nyali salah satu stasiun TV itu. Mungkin karena kondisi gedung yang gelap, bocor di sana-sini, dan tak berpenghuni maka memancarkan aroma mistis.
Lawang Sewu juga pernah menjadi saksi bisu pertempuran sengit antara
rakyat Indonesia dengan tentara Jepang yang terkenal dengan nama Pertempuran Lima Hari di Semarang.
Untuk mengenang peristiwa bersejarah tersebut, beberapa tahun kemudian
dibangun sebuah prasasti di halaman Taman Wilhelmina yang
sekarang dikenal sebagai Tugu Muda itu.
Ruangan di lantai 2 ada yang disebut lorong kereta. Dinamai lorong kereta karena saat kita berdiri di depan pintu tersebut pandangan akan lurus terus berupa pintu-pintu yang membentuk sebuah lorong yang sangat panjang. Dan disini kamera berfungsi dengan normal padahal kondisi ruangan gelap hampir tidak ada cahaya. Di sini biasanya pemandu akan mulai menawari untuk membantu memphoto di spot-spot yang menurut mereka paling menarik.
Tersedia juga wisata malam di Lawang Sewu, yang pastinya menegangkan dan membuat adrenalin naik.
***
Tiket masuk Lawang Sewu
Dewasa : Rp 10.000/org
Pemandu : Rp 30.000/kelompok (wajib)
Tiket tambahan masuk penjara bawah tanah Lawang Sewu
Dewasa : RP 10.000/org
Pemandu : Rp 30.000/kelompok (wajib)
4 comments:
Baru tahu kalo di depan Lawang Sewu ada tamannya.
Setelah dipugar sepertinya kelihatan jadi lebih bagus.
masuk ke bawah terowongan kanal nya yg tempat syuting uji nyali ga?
engga...wkt ke lt. paling atas ny aj itu, udah merinding2..ga brani ke bwah :))
Mila ada cb ke terowongan bwah itu?
Kalau ke Semarang cuman lewat depan Lawang Sewu ini saja, belum pernah masuk apalagi nyoba wisata malamnya.... Soalnya saya lebih konsen cari makanan kalo ke Semarang hahahaha, ketauan deh gembulnya
Post a Comment